Sejarah Umum GMKI
dr. Johannes Leimena |
1. CSV op Java (1932-1942)
GMKI berdiri pada tanggal 9 Februari 1950, namun cikal bakal
GMKI, yaitu Christelijke Vereeniging Studenten op Java (CSV op Java),
telah ada jauh sebelumnya, yaitu sejak 28 Desember 1932 di Kaliurang,
Yogyakarta. Berdirinya CSV op Java ini tidak dapat dipisahkan peranan
dari Ir. C. L. van Doorn, seorang ahli kehutanan tetapi yang juga
mempelajari aspek sosial ekonomi (khusunya pertanian) dan memperoleh
gelar doktor di bidang ekonomi dan dominee di bidang teologia.
Aktivis CSV Nederland tersebut tiba di Batavia (Jakarta) pada tahun 1921. Akan tetapi, mengingat informasi dan kondisi mengenai Jawa belum dipahami secara baik, maka beliau dianjurkan untuk mempelajarinya, sebelum bertindak. Untuk maksud tersebut, beliau bekerja selama 3 (tiga) tahun di Kantor Volksrediet Purworejo sehingga pengetahuannya mengenai aspek sosial, ekonomi, dan budaya semakin berkembang. Bahkan, beliau pernah melakukan sebuah riset/penelitian dengan topik: Sketsa tentang Perkembangan Ekonomi di Afdeiling Purworejo. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa sejak semula, para pendiri CSV op Java cukup memahami situasi sebenarnya dari masyarakat Indonesia, khususnya di P. Jawa sebagai embrio bagi perkembangan GMKI hingga saat ini.
Tahun 1910-1924, berdirilah Sekolah Dokter (STOVIA) di Batavia. Perguruan tinggi lainnya berdiri di Bandung, Bogor, dan Surabaya. Tahun 1924, terbentuklah Batavia CSV sebagai cabang pertama CSV. Kurun waktu 1925-1927, mahasiswa di Surabaya yang berkumpul dalam Jong Indie dan mulai aktif melakukan PA. Kelompok ini, bersama-sama dengan Batavia CSV, mengadakan Konperensi di Kaliurang pada Desember 1932, yang mengeluarkan Pernyataan Pembentukan CSV op Java sebagai berikut:
Kami wakil-wakil dari Batavia CSV, Surabaya CSV, dan
sekelompok mahasiswa Meefdacte Batavia, yang berkumpul pada Konperensi
Pemuda ke7 di Kaliurang (Yogyakarta), bersama-sama dengan beberapa orang
mahasiswa kristen Bandung, telah sepakat untuk membentuk suatu CSV
gabungan, yaitu Christelijke Vereeniging Studenten op Java. Dengan
mendirikan CSV ini, kami bermaksud menyatakan diri dengan CSV-CSV
lainnya di seluruh dunia yang tergabung dalam World Student Christian
Federation (WSCF), untuk bersama-sama bersaksi tentang Yesus Kristus di
kalangan dunia kemahasiswaan. Adalah tujuan jujur kami untuk menjunjung
moto WSCF, Ut omnes unum sint, di kalangan organisasi kami demi
menyatukan para mahasiswa dari perlbagai suku bangsa di sini. Kami yakin
bahwa usaha awal kami ini kecil dan lemah, namun kami bertekad
melaksanakan pekerjaan ini dengan keyakinan yang sama teguhnya bahwa
Tuhan akan menguatkan kami.
Peristiwa penting lainnya yang berkaitan dengan lahirnya CSV
op Java adalah dengan kehadiran Dr. John R. Mott (alm) pada tahun 1926
di Jakarta. Beliau merupakan tokoh pendiri WSCF (federasi mahasiswa
kristen se-dunia), yang didirikan pada Agustus 1885, melalui satu
pertemuan antara mahasiswa kristen Eropa dan Amerika di istana kuno
Vedstena, di tepi danau Wettern, Swedia. WSCF merupakan embrio bagi
gerakan oikumene ke seluruh dunia. Kedatangan beliau di Indonesia juga
merupakan tonggak sejarah amat penting bagi GMKI di Indonesia. Walau
masih dalam usia muda, CSV op Java menjadi tuan rumah pelaksanaan
Konperensi GMK-GMK se-Asia pada tahun 1933 di Citeureup. Konperensi ini
sendiri dinamakan Konperensi Citeureup dan pada Konpoerensi inilah CSV
op Java diterima sebagai Corresponding Member oleh WSCF.
Keanggotaan WSCF sendiri terdiri dari:
1) Pioneering Movement (gerakan-gerakan yang baru dimulai);
2) Corresponding Movement (gerakan-gerakan yang sudah stabil
dan organisasinya rapi terstruktur tetapi belum memenuhi syarat untuk
menjadi anggota resmi Federasi; dan
3) Affiliated Movement/Full Member (gerakan-gerakan yang sudah memenuhi segala persyaratan yang ditetapkan Federasi).
Jumlah anggota CSV op Java dalam kurun waktu 1930-an sekitar
90-an orang dan cabang-cabangnyapun hanya baru ada di kota-kota
perguruan tinggi di Jawa (Jakarta, Bogor, Bandung, dan Surabaya).
Sekalipun kecil dan lemah, CSV op Java berhasil meletakkan dasar bagi
pembinaan mahasiswa kristen yang kemudian dilanjutkan oleh GMKI (PMKI
dan CSV yang baru).
Masuknya Jepang ke Indonesia (1942), mengakhiri eksistensi
CSV op Java secara struktural dan organisatoris karena Pemerintah
Pendudukan Jepang melarang sama sekali kegiatan-kegiatan organisasi yang
dibentuk pada zaman Hindia Belanda. Secara praktis, CSV op Java tidak
lagi ada sejak tahun 1942.
Akan tetapi, dua aspek penting yang menjadi dasar bagi
perkembangan kehidupan organisasi mahasiswa kristen selanjutnya, yang
biasa disebut benang biru sejarah adalah:
1) mulai ada kerjasam dengan GMK-GMK se-Asia; dan
2) makin meningkatnya semangat persatuan nasional.
Sepanjang sejarahnya, CSV op Java dipimpin oleh Ketua Umum
Dr. J. Leimena (1932-1936) dan (1939-1942) dan Mr. Khow (1936-1939)
dengan Sekretaris (full time) dijalankan oleh Ir. C. L. van Doorn
(1932-1936) dan Sutjipto (1936-1942).
2. PMKI dan CSV yang baru (Masa Revolusi Kemerdekaan RI/1945)
Sejumlah mahasiswa kedokteran dan hukum di Jakarta memutuskan
untuk membentuk suatu organisasi mahasiswa kristen untuk menggantiakn
CSV op Java yang sudak tidak ada lagi/dibubarkan. Dalam suatu pertemuan
di STT Jakarta pada tahun 1945, dibentuklah PMKI sebagai Pengurus Pusat
sehingga Dr. J. Leimena tetap dipilih sebagai Ketua Umum dan dr. O. E.
Engelen sebagai Sekretaris Jenderal. Akan tetapi, karena Leimena sibuk
dengan tugas sebagai Menteri Muda Kesehatan, maka tugasnya diserahkan
kepada dr, Engelen. Setelah itu, PMKI cabang Bandung, Bogor, Surabaya,
dan Yogyakarta (ketika UGM berdiri) segera menyusul.
Kegiatan-kegiatan PMKI sebenarnya tidak terlalu berbeda
dengan CSV op Java dimana penelaahan Alkitab merupakan salah satu
intinya. Keanggotaan PMKI sebagian besar adalah mahasiswa yang memihak
kepada perjuangan kemerdekaan. Hal ini merupakan warisan dari CSV op
Java. Tidak lama setelah PMKI lahir, maka di awal tahun 1946, muncul
suatu organisasi baru yang menggunakan nama CSV dengan cabang-cabang di
Bogor, Bandung, dan Surabaya. CSV yang baru ini sebenarnya bukan
merupakan tandingan PMKI, hanya saja, CSV ini lebih berorientasi kepada
Pemerintah Pendudukan Belanda.
3. GMKI Melanjutkan Misi dan Eksistensi
a. Masa Perkembangan (1950-1960)
Dengan berakhirnya pertikaian Indonesia dengan Belanda, tahun 1949
berakhir pula “pertentangan” antara PMKI dengan CSV baru tersebut.
Tanggal 9 Februari 1950 di kediaman Dr. J. Leimena di Jl. Teuku Umar No. 36 Jakarta, wakil-wakil PMKI dan CSV baru hadir
dalam pertemuan tersebut. Maka lahirlah kesepakatan yang menyatakan
bahwa PMKI dan CSV baru untuk meleburkan diri dalam suatu organisasi
yang dinamakan Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) dan mengangkat
Dr. J. Leimena sebagai Ketua Umum hingga diadakan kongres. Pertemuan
tersebut merupakan pertemuan sangat penting dan suatu moment awal
perjuangan mahasiswa Kristen yang tergabung dalam GMKI maka pada
kesempatan itu Dr. J. Leimena menyampaikan pesan penting yang
mengatakan:
"Tindakan ini adalah suatu tindakan historis bagi dunia mahasiswa umumnya dan masyarakat Kristen pada khususnya. GMKI menjadilah pelopor dari semua kebaktian yang akan dan mungkin harus dilakukan di Indonesia. GMKImenjadilah suatu pusat sekolah latihan (leershool) dari orang-orang yang mau bertanggungjawab atas segala sesuatu yang mengenai kepentingan dan kebaikan negara dan bangsa Indonesia. GMKI bukanlah merupakan Gesellschaft, melainkan ia adalah suatu Gemeinschaft, persekutuan dalam Kristus Tuhannya. Dengan demikian ia berakar baik dalam gereja, maupun dalam Nusa dan Bangsa Indonesia. Sebagai bagian dari iman dan roh, ia berdiri di tengah dua proklamasi: Proklamasi Kemerdekaan Nasional dan Proklamasi Tuhan Yesus Kristus dengan Injilnya, ialah Injil Kehidupan, Kematian dan Kebangkitan"
Pada Desember 1950 diselenggarakanlah Kongres I di Sukabumi yang berhasil memilih:
"Tindakan ini adalah suatu tindakan historis bagi dunia mahasiswa umumnya dan masyarakat Kristen pada khususnya. GMKI menjadilah pelopor dari semua kebaktian yang akan dan mungkin harus dilakukan di Indonesia. GMKImenjadilah suatu pusat sekolah latihan (leershool) dari orang-orang yang mau bertanggungjawab atas segala sesuatu yang mengenai kepentingan dan kebaikan negara dan bangsa Indonesia. GMKI bukanlah merupakan Gesellschaft, melainkan ia adalah suatu Gemeinschaft, persekutuan dalam Kristus Tuhannya. Dengan demikian ia berakar baik dalam gereja, maupun dalam Nusa dan Bangsa Indonesia. Sebagai bagian dari iman dan roh, ia berdiri di tengah dua proklamasi: Proklamasi Kemerdekaan Nasional dan Proklamasi Tuhan Yesus Kristus dengan Injilnya, ialah Injil Kehidupan, Kematian dan Kebangkitan"
Pada Desember 1950 diselenggarakanlah Kongres I di Sukabumi yang berhasil memilih:
1) Ketua Umum: dr. J. E. Siregar;
2) Penulis Umum: Nn. Mr. Tine A. L. Frans; dan
3) Bendahara: W. Makaliwy.
Pada Masa Perkembangan (beberapa dokumen menyebutkan Masa
Pertumbuhan) ini telah berlangsung beberapa Kongres. Kongres I ini,
dibahas tentang program Umum GMKI, yakni bagaimana pelayanan yang
efektif terhadap anggota sebagai unit terkecil dari organisasi, terutama
dengan menyelenggarakan kegiatan-kegiatan PA agar mereka dimampukan
untuk menjadi Saksi Kristus dalam dunia mahasiswa Indonesia. Sejarah
juga mencatat bahwa pada tahun ini, tepatnya tanggal 22 Mei 1950,
terbentuklah Dewan Gereja-gereja di Indonesia (DGI) yang dipelopori oleh
tokoh-tokoh yang sebelumnya dibina oleh GMKI, ketika masih bernama CSV
atau PMKI, seperti dr. J. Leimena, E. Tunggul Sihombing, Dr. Abineno,
Dr. Marantika, dan lain-lain. Penyatuan gereja-gereja memang merupakan
suatu cita-cita konstan GMKI.
Pada Periode Awal ini, GMKI baru memiliki 5 (lima) cabang
dengan anggota berjumlah 481 orang, dengan rincian masing-masing sebagai
berikut: Jakarta (181 orang), Bandung (187 orang), Yogyakarta (40
orang), Surabaya (64 orang), dan Makassar (9 orang). Kelima cabang ini
kemudian melaksanakan Kongres II pada Oktober 1952 juga di Sukabumi.
Kongres ini sangat bermakna penting dan stratejis karena:
1) berhasil disusun Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART); dan
2) mulai ditetapkan tema-tema untuk setiap kongres.
Kongres II berhasil menyusun Pengurus untuk masa kerja 2 (dua) tahun (1952-1953) sebagai berikut:
1) Ketua Umum: dr. J. E. Siregar;
2) Penulis Umum: Nn. Mr. Tine A. L. Frans; dan
3) Bendahara: Dr. S. C. Nainggolan.
Pada tahun 1951, diadakan Kursus Kader Internasional yang
pertama kali di Jogjakarta, dengan negara peserta: Birma, Muangthai,
Philipina, India, Srilangka, Jepang, Amerika, Australia, Indonesia, dan
dari WSCF sendiri. Wakil Indonesia antara lain: dr. J. E. Siregar, Nn.
Tine A. L. Franz, Chr. A. Kitting, L. Radja Haba, dan Nn. D. A. Tamaela.
Hasil konkrit dari kursus ini adalah dengan bekerjanya C. I. Itty, MA,
sebagai Sekretaris keliling, yang mengunjungi cabang-cabang GMKI di
tanah air.
Kongres II juga berlangsung di Sukabumi pada tahun 1952.
Masalah utama yang dugumuli adalah program pelayanan anggota, juga
merupakan lampu kuning bagi setiap anggota GMKI agar tidak tenggelam
dalam multiaktivitas tanpa dibarengi dengan kehidupan rohani yang
matang. Iman tanpa ilmu pengetahun adalah buta dan ilmu pengetahu tanpa
iman adalah lumpuh, demikian antara lain yang disampaikan oleh J.
Leimena, bahkan berulang-ulang kali diucapkan sebagai warning. Dalam
Kongres ini juga ditetapkan antara lain: GMKI berdasarkan Kitab Kudus
yang menyaksikan Yesus Kristus adalah Allah dan Juruselamat, dan
ditetapkan bahwa tanggal 9 Februari 1950 sebagai hari berdirinya GMKI.
Kongres III berlangsung di Yogyakarta pada tahun 1953. Pada
tahun yang sama, berdirilah cabang GMKI Bogor dan Medan sehingga jumlah
seluruh anggota meningkat menjadi 1099 orang (untuk ketujuh cabang).
Pada tahun yang sama, GMKI melalui General Assembly WSCF di Nasrapur,
India, resmi menjadi Affiliated Movement/Full Member WSCF.
Selanjutnya, Kongres IV berlangsung di Surabaya Tahun 1954,
Kongres V di Bandung Tahun 1955, dan Kongres VII di Kalimantan Tahun
1959, dimana keputusan yang diambil masih bersifat umum, yakni
menyangkut pergumulan GMKI di medan layannya..
Kongres VI berlangsung di Sukabumi pada tahun 1956, yang menggumuli tentang:
1) Esistensi GMKI dan identitasnya agar tetap independen dan
tidak tergoda untuk bernaung di bawah salah satu kekuatan partai
politik. Masalah ini juga berkembang sampai tahun 1960-an, dimana banyak
orang memvonis bahwa GMKI merupakan onderbouw Parkindo (Partai
Kristen Indonesia). Hal ini jelas keliru! Memang keduanya mempunyai
dasar yang sama, yaitu Alkitab, tetapi, GMKI bukanlah organisasi
politik! Kehadiran anggota-anggota atau bekas anggota GMKI dalam
Parkindo, bukanlah kebijaksanaan resmi atau restu ataupun rekomendasi
GMKI. Hal ini juga berlaku sampai sekarang.
2) Kongres VI ini juga melakukan perubahan AD/ART GMKI, dimana Pengurus Umum dipilih untuk masa bakti 2 (dua) tahun.
Hingga tahun 1960, boleh dibilang bahwa GMKI memang mengalami
masa perkembangan, baik dalam hal penataan organisasi maupun dalam
siklus dan kalender konstitusi organisasi. Sebagai contoh, pada IV di
Prigen, Surabaya, telah dilaksanakan Konperensi Studi mengawali Kongres.
b. Masa Konsolidasi (1960-1970)
Konperensi Studi dan Kongres Nasional (KKN) VIII pada Juli
1961 berlangsung di Surabaya, yang merupakan Kongres pertama pada dekade
1960-an, yang dikenal sebagai Masa Konsolidasi. (cf: dekade 1950-an
disebut Masa Pertumbuhan). Di sekitar periode ini dapat dicatat bahwa
atas inisiatif GMKI, telah disepakati agar dua organisasi pemuda kristen
yang selalu berseteru, yakni PPKI (Persatuan Pemuda Kristen Indonesia)
dan MPKO (Majelis Pemuda Kristen Oikumene) untuk meleburkan menjadi satu
organisasi. Cita-ciat ini akhirnya tercapai pada tanggal 23 April 1962,
dimana GAMKI (Gerakan Angkatan Muda Kristen Indonesia) berdiri, sebagai
fusi dari kedua organisasi di atas.
Kongres VIII telah membawa GMKI memasuki kehidupan baru
dimana aspek konsolidasi organisasi mulai hangat didiskusikan. Kongres
ini juga berhasil mengubah struktur secara besar-besaran dan mulailah
berlaku AD/ART yang baru. GMKI yang sebelumnya dipimpin secara
desentralisasi oleh Pengurus Umum (PU), selanjutnya diatur secara
sentralisasi oleh Pengurus Pusat (PP). Sebelumnya, PU lebih banyak
merupakan federasi dari organisasi di kota-kota PT. Selain itu, mulailah
dilakukan pembagian Daerah Regional Cabang, Perumusan Pola Pelayanan,
Garis Panggilan Umum, dan Pembentukan Cabang-cabang yang Baru (tendensi
organisasi semakin berkembang).
Kongres IX berlangsung di Pematang Siantar tahun 1963.
Kongres X berlangsung di Manado tahun 1965. Pada Kongres ini, GMKI
menyatakan dirinya sebagai anak kandung Gereja dalam Revolusi Indonesia
dan sebagai organisasi kader dan bukan ormas (organisasi massa). Hal
ini berarti bahwa sikap dan tindakan GMKI diidentikkan dengan Gereja.
Sebagai implikasi logisnya, pembinaan anggota diarahkan untuk menjadi
kader yang mampu dan berkualitas sehingga dapat menjawab tantangan di
atas. Pemahaman visi dan misi Gerakan oleh para kader, mutlak
diperlukan.
Kongres XI di Makale, Tana Toraja pada tahun 1967, mencatat
hal-hal yang menggembirakan dari aspek perkembangan organisasi, dimana
sudah terdapat 72 cabang GMKI di seluruh tanah air, yang dibagi ke dalam
12 daerah pelayanan yang dikoordinasi oleh Koordiantor Daerah (Korda).
Pada Kongres ini, GMKI merasa terpanggil untuk meningkatkan peranserta
bagi pelayanan dan kesaksian dalam usaha membina kader baru dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara. Kongres ini bermakna penting sebab
merupakan Kongres pertama sejak bangsa dan negara bersama rakyat
berhasil menumpas Pemberontakan G-30-S/PKI.
Secara intern organisasi, memang diakui bahwa peristiwa ini
menimbulkan polarisasi dalam tubuh GMKI. Sebagai contoh, penyusutan
jumlah cabang di tahun 1960-an sebanyak ± 90 cabang, yang hadir di
Kongres XII di Kupang-Timor tahun 1970, hanya 32 cabang. Banyak cabang
yang nonaktif sejak tahun 1966, terutama karena dilakukannya pembenahan
sistem pendidikan tinggi oleh Pemerintah sehingga PT yang belum mapan
dan statusnya kurang jelas, ditutup. Selain itu, timbulnya apatisme di
kalangan mahasiswa sehingga banyak yang enggan masuk
organisasi-organisasi ekstrauniversiter.
Selama Masa Konsolidasi, GMKI mengalami perubahan yang sangat
pesat, yang dipengaruhi oleh perkembangan situasi politik, sosial, dan
ekonomi di Indonesia. Pengalaman dari kongres ke kongres telah membawa
GMKI kepada suatu pernyataan yang dicetuskan pada Kongres XII di Kupang
pada tahun 1970, yakni: Here Am I, Send Me. Keputusan Kongres XII
menuntut agar GMKI harus menegaskan posisi teologis sebagai gereja yang
fungsional di PT.
c. Masa Pengutusan (1970-sekarang)
Masa Pengutusan ini dapat ditelaah dari 2 (dua) aspek
penting, yaitu interen organisasi dan eksteren organisasi. Aspek interen
organisasi yang perlu dicermati dan disimak, antara lain:
1) Bidang Organisasi; dilakukan pembenahan cabang-cabang
termasuk evaluasi terhadap yang tidak lagi berfungsi bahkan ada beberapa
cabang yang dibubarkan. Di lain pihak, terbentuk cabang-cabang baru di
kota-kota perguruan tinggi yang dianggap stratejis. Hingga memasuki
Kongres XXX yang akan diselenggarakan di Kupang, 5-12 November 2006,
tercatat sekitar 71 cabang GMKI (jumlah yang hampir sama tatkala
memasuki Kongres XII di Kupang pada tahun 1970 atau 36 tahun kemudian),
selain beberapa calon dan bakal calon cabang yang sedang diproses oleh
Pengurus Pusat Masa Bakti 2004-2006;
2) Bidang Kaderisasi: Kongres XV di Palembang tahun 1976,
telah memutuskan sesuatu yang sangat berharga dan penting bagi
eksistensi GMKI ke depan, yaitu dipandang perlu membentuk suatu lembaga
yang akan menjnjang pengkaderan GMKI. Lembaga tersebut direkomendasikan
kepada Pengurus Pusat dengan nama Lembaga Penelitian dan Pengembangan
Kader (LPPK) GMKI. Lima tahun kemudian (1981), melalui seminar nasional
pendidikan kader di Salatiga, dirumuskanlah Pola Dasar Sistem Pendidikan
Kader (PDSPK) GMKI. PDSPK ini berlaku untuk 10 tahun ke depan barulah
dievaluasi. Sesudah 10 tahun (1981-1991), oleh Pengurus Pusat GMKI Masa
Bakti 1990-1992, meaksanakan Lokakarya Sistem Pendidikan Kader GMKI di
Salatiga, 17-22 Maret 1992. Produk ini, kemudian oleh Pengurus Pusat
GMKI Masa Bakti 1992-1994 bersama Yayasan Bina Darma (lembaga yang
dibentuk oleh Universitas Kristen Satya Wacana dan GMKI) kembali
melaksanakan Konsultasi Nasional dan Lokakarya PDSPK pada 14-17 Maret
1994 di Kampus Bina Darma Salatiga, dimana produk Lokakarya tersebut
dijadikan sebagai materi dasar Pendidikan Kader GMKI yang selanjutnya
dilaporkan pada Kongres XXIV di Pekanbaru. Akhirnya, Kongres ini
berhasil mensahkan produk Lokakarya menjadi PDSPK GMKI 1994-2004. Sebab
itu, dalam KKN (Konperensi Studi dan Kongres Nasional) GMKI di
Jogjakarta tahun 1974, GMKI mulai memikirkan cara-cara baru dalam rangka
pendidikan kader. Pada tahun 1975, diadakan Seminar Pendidikan Kader
GMKI di Salatiga, kemudian hasilnya dilaporkan dalam KKN 1976, yang
selanjutnya menganjurkan agar dibentuk badan yang permanen untuk
menagani kaderisasi.
Hasilnya antara lain:
a) Terbentuknya YBD (Yayasan Bina Darma) yang merupakan wujud
kerjasama antara GMKI dan UKSW (Universitas Kristen Satya Wacana)
Salatiga, setelah melalui rembukan dan konsultasi yang intens, untuk
mewujudkan Keputusan KKN 1976.
b) Selanjutnya, dengan dimotori oleh YBD, dilakukanlah
lokakarya untuk mencari bentuk-bentuk yang cocok untuk GMKI. Pada
Lokakarya Nasional GMKI Tahun 1981, berhasil dirumuskan Pola Dasar
Pendidikan Kader GMKI, yang populer dengan nama Pola Dasar sebagiaman
telah dijelaskan sebelumnya.
3) Aspek Konstitusi: satu hal penting yang berhubungan dengan
kehidupan konstitusi adalah adanya perubahan AD/ART GMKI pada Kongres
XX di Palangkaraya, yang merupakan kelanjutan dari rekomendasi Kongres
XIX di Salatiga, terutama yang berhubungan dengan hadirnya UU Nomor 8
Tahun 1985 tentang Organisasi kemasyarakatan, dimana semua organisasi
harus mencantumkan Pancasila sebagai satu-satunya asas dalam kehidupan
berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat, dalam AD/ART. GMKI mematuhi
amaat UU ini dengan mengubah bunyi Pasal 2 AD GMKI, yang sebelumnya
adalah berdasarkan Alkitab. Ini tidak berarti GMKI telah mengaburkan
identitasnya sebagai organisasi yang bersifat gerejawi. Secara taktis,
GMKI memindahkan rumusan Pasal 2 AD ke dalam Pembukaan, yang dipandang
sebagai sumber inspirasi dan sumber motivasi bagi jiwa dan langgam
kerjanya dan sumber rujukan bagi penyusunan batang tubuh AD/ART.
Bagi GMKI, Pancasila bukan barang baru, sebab pada
Musyawarah Ketua-ketua Cabang (Musketcab) pada era 1950-an, GMKI telah
menetapkan Pancasila sebagai temanya. Pancasila juga telah menjadi
sumber inspirasi dan sumber motivasi/rujukan bagi aturan organisasi
karena termuat secara jelas dalam Penjelasan Pembukaan/Mukaddimah AD
GMKI.
Sebuah AD/ART ideal adalah yang mampu beradaptasi terhadap
berbagai perubahan-perubahan yang terjadi baik dari sisi internal maupun
eksternal. Jika kita memperhatikan AD/ART GMKI, maka sejak tahun 1986
hingga tahun 2004, sekitar 18 tahun, tidak lagi dilakukan
perubahan-perubahan. Muncul pertanyaan-pertanyaan sederhana: 1) Apakah
itu pertanda bahwa AD/ART GMKI begitu luwes/fleksibel dan kenyal
sehingga mampu beradaptasi dengan situasi apapun?; 2) Apakah kita
menganggap begitu sakral AD/ART kita sehingga ia tidak boleh
“disentuh?â€; 3) Ataukah kita termasuk kategori sivitas organisasi
yang tidak peduli pada aturan permainan atau aturan dasar organisasi
padahal ia sangat menentukan sepak terjang dan langgam kerja kita?; dan
masih apakah-apakah yang lain yang dapat kita rumuskan secara sendiri
dan spesifik.
Untuk Eksteren Organisasi, beberapa hal yang perlu dicatat
adalah sebagai berikut: 1) GMKI bersama organisasi ekstrauniversiter
lainnya (HMI, PMII, PMKRI, dan GMNI) pada tanggal 22 Januari 1972,
membentuk Kelompok Cipayung (sesuai keputusan Kongres yang menyambut
baik keterlibatan GMKI di Kelompok Cipayung), sebagai forum komunikasi
antara organisasi ekstrauniversiter. Pada awalnya, Kelompok ini
melaksanakan diskusi yang bertemakan: Indonesia Yang Dicita-citakan.
Selama kelompok ini ada, hasil dialog mereka merupakan sumbangan
pemikiran yang penting bagi kehidupan berbangsa, bernegara, dan
bermasyarakat; dan 2) pada tanggal 23 Juli 1973, GMKI turut membidani
lahirnya Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI), yang merupakan wadah
berhimpun bagi seluruh pemuda Indonesia. Ide dasarnya tidak jauh berbeda
dengan pembentukan Kelompok Cipayung, yaitu adanya keinginan yang
luhur untuk turut memberikan kontribusi pemikiran dalam proses
pembangunan nasional dan berusaha mengatasi pengkotak-kotakan dalam
dunia pemuda.
Kongres XIV berlangsung di Yogyakarta tahun 1974. Kongres
mengajak GMKI agar exodus (keluar) dari ghetto-ghetto (lingkaran/tembok)
persekutuan yang sempit dan ikut bersama berjuang bagi perdamaian,
keadilan, dan kebenaran. Ini berarti, GMKI tidak hanya berkonsolidasi
dan berbenah diri, tetapi yang terutama memberikan kesaksian dengan
tindakan nyata bagi kehidupan berbangsa dan bernegara yang pluralistis
ini.
Kongres XV berlangsung di Palembang tahun 1976. Perhatian
Kongres ditujukan kepada evaluasi ulang menyangkut relevansi Program
GMKI, terutama menyangkut Pendidikan Kader dan proses timbal balik
antara pendidikan formal dan nonformal. Kongres XVI berlangsung di
Ujungpandang tahun 1978 dan Kongres XVII berlangsung di Jakarta tahun
1980.
Selanjutnya, Kongres XVIII berlangsung di Jakarta pada Tahun
1980, Kongres XIX berlangsung di Salatiga pada Tahun 1984; dan Kongres
XX berlangsung di Palangkaraya Tahun 1986; Kongres XXI berlangsung di
Bandung pada Tahun 1988; Kongres XXII berlangsung di Jayapura pada Tahun
1990; Kongres XXIII berlangsung di Tomohon pada Tahun 1992; Kongres
XXIV berlangsung di Pekanbaru pada Tahun 1994; Kongres XXV berlangsung
di Ambon pada Tahun 1996; Kongres XXVI berlangsung di Palu pada Tahun
1998; Kongres XXVII berlangsung di Denpasar pada Tahun 2000; Kongres
XXVIII berlangsung di Tondano pada Tahun 2002; dimana keputusan yang
diambil masih bersifat umum, yakni menyangkut pergumulan GMKI di medan
layannya kecuali Kongres XIX dan XX yang akhirnya berhasil mengubah dari
DASAR GMKI, yakni Alkitab menjadi ASAS serta Kongres XXIX berlangsung
di Pematang Siantar pada Tahun 2004, yang menambahkan pasal tentang
Visi dan Misi (Pasal 2 yang sebelumnya tentang Tujuan), dimana ayat 1
merupakan rumusan baru tentang Visi sedangkan ayat 2 tentang Misi yang
merupakan rumusan lama atau saduran dari rumusan Tujuan pada AD/ART
sebelumnya.
Referensi :
Arni Girsang : http://sejarah.kompasiana.com/2013/04/01/sejarah-gmki-547383.html
PP GMKI : http://www.gmki.or.id/tentang-kami/sejarah/
No comments:
Post a Comment