Pengurus Pusat Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI)
menyampaikan beberapa persoalan kebangsaan dalam pertemuan dengan
Pimpinan MPR RI di Ruang Rapat Pimpinan, Lantai 9, Gedung Nusantara III,
Kompleks MPR/DPR/DPD, Jakarta, Rabu 15 Mei 2013. Mereka diterima Wakil
Ketua MPR Melani Leimena Suharli dan Wakil Ketua MPR Hajriyanto Y.
Thohari.
Dalam pertemuan itu, Ketua Umum PP GMKI Supriadi Narno menyampaikan dua hal, yaitu persoalan kerukunan antar-umat beragama dan masalah kesejahteraan dan keadilan. Menurut Supriadi, kerukunan antar-umat beragama diwarnai dengan aktivitas yang justru memberangus perbedaan. “Masyarakat Indonesia tidak siap menghadapi adanya perbedaan,” ujarnya.
Supriadi Narno justru menyayangkan para stakeholder (pemangku kepentingan) tidak memberi tanggapan atas persoalan kerukunan antar-umat beragama ini. Karena itu, dia meminta MPR sebagai lembaga yang memiliki peran strategis untuk meminta para pejabat yang berwenang agar memberi perlindungan kepada semua kelompok dan menjaga kerukunan serta toleransi.
Persoalan berikutnya, kata Supriadi, adalah masalah kesejahteraan dan keadilan. Mengambil contoh daerah perbatasan dan Papua, Supriadi mengatakan kedua daerah tersebut kurang mendapat perhatian dari pemerintah. Dia pun meminta kepada MPR sebagai lembaga yang berperan penting dalam menjaga keutuhan bangsa untuk mengayomi seluruh daerah di Indonesia agar tidak terpisah dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Selain Supriadi Narno, pengurus GMKI lainnya juga menyampaikan aspires. Fredi misalnya, menginginkan kerjsama antara GMKI dan MPR untuk menyelenggarakan sosialisasi 4 Pilar (Pancasila, UUD NRI Tahun 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika). “Kerjasama sosialisasi di kalangan mahasiswa agar tertanam 4 Pilar,” ujarnya.
Sementara itu, Ayub P, Sekretaris Bidang Komunikasi PP GMKI, menyampaikan persoalan pendidikan dan energi. Menurut Ayub, MPR perlu memperhatikan masalah pendidikan, khususnya kualitas pendidikan yang tidak merata. Dalam pandangan Ayub, ancaman disintegrasi bangsa seperti tuntutan merdeka dari Papua atau Maluku, berpangkal dari masalah pendidikan. “Ada dua hal yang perlu mendapat perhatian, yaitu masalah infrastruktur pendidikan dan masalah man power (sumber daya manusia),” katanya. Apabila dua masalah itu tidak diselesaikan, maka posisi dan kedudukan strategis di pemerintahan hanya dikuasai oleh penduduk dari daerah-daerah yang sudah maju pendidikannya seperti Jawa, Sumatera dan lainnya. Padahal, setiap warga negara berhak mendapat pendidikan yang berkualitas.
Selain masalah pendidikan, Ayub menguraikan masalah energi dan sumber daya alam. Menurut Ayub, kebutuhan energi bangsa Indonesia setiap tahun akan semakin besar. Ini sangat berkebalikan dengan sumber energi yang semakin berkurang dan jika pun ada sudah dikuasai asing. Ayub mencontohkan Blok Cepu yang sudah dikuasai Amerika Serikat dan pengelolaan Blok Mahakam yang masih menjadi kontroversi. “Sebagai lembaga negara, MPR perlu memperhatikan masalah energi,” katanya.
Menanggapi aspirasi dari PP GMKI, Wakil Ketua MPR Melani Leimena Suharli mengatakan dalam masalah kerukunan antar umat beragama, beberapa waktu lalu MPR telah menerima Forum Kerukunan Umat Beragama yang mewakili berbagai agama dan menyampaikan berbagai kasus kerukunan beragama. “MPR hanya bisa menampung aspirasi, namun tidak bisa mengeksekusi. MPR bisa menyampaikan dalam pertemuan konsultasi lembaga-lembaga negara setiap tiga bulan sekali. MPR bisa mensinergikan dengan lembaga negara lainnya,” katanya. Melani berkeyakinan semua masalah bisa diselesaikan dengan kebijakan dan local wisdom. Dia memberi contoh konflik di Ambon beberapa tahun lalu yang bisa diselesaikan dengan kebijakan dan local wisdom.
Menjawab masalah kesejahteraan dan keadilan, Melani mengatakan MPR telah mengunjungi daerah perbatasan dan menyerap aspirasi dan masalah di daerah perbatasan. Dalam hal ini, MPR hanya bisa mencatat dan akan berbicara pada eksekutif.
No comments:
Post a Comment